SELAMAT DATANG

JIKA BLOG INI MEMUASKAN BERITAHUKAN PADA ORANG BANYAK, TAPI JIKA BLOG INI MENGECEWAKAN BERITAHUKAN PADA KAMI ( SUJONO SANTOSO, S.Pd )

Selasa, 03 November 2015

BAGIMANA KEDEPANNYA PENDIDIKAN DI INDONESIA ITU ?



Perlukah  auditor pendidikan berperan ?


Penerapan standar pendidikan nasional tidak harus dilakukan dengan cara mengubahnya setiap ada pergantian pemerintahan. Selain menimbulkan inkonsistensi, tujuan utama mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter anak-anak melalui pendidikan di bangku sekolah tidak akan tercapai. Harus diakui, di belakang penciptaan kurikulum nasional ada sejumlah prefesional pendidikan yang mumpuni. Jadi apa pun kurikulum yang diluncurkan positif untuk para anak didik.
Persoalannya, butuh waktu lama untuk menyosialisasikan kurikulum baru. Butuh penyatuan napas edukasi dengan standar yang ditetapkan untuk jangka waktu yang panjang. Untuk itu, diperlukan auditor pendidikan yang akan memantau dan melihat sejauhmana penerapan kurikulum yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan yang diharapkan. Bagaimana sekolah-sekolah mengembangkan kurikulum itu sesuai dengan kebijakan wilayah masing-masing, untuk kemudian dikaji ulang dan dievaluasi secara terus menerus. Selain itu, bagaimana siswa menjalani ujian nasional dengan nyaman dan tidak menganggapnya sebagai momok.
Penerapan kurikulum nasional harus konsisten, jangka panjang (long term), dan dikembangkan dari waktu ke waktu. Bagaimana menciptakan standar pendidikan nasional dengan pattern menanamkan karakter anak melalui budaya lokal merupakan pekerjaan rumah stake holder pendidikan nasional. Kurikulum yang telah dibuat pemerintah akan makin memiliki bobot jika di dalamnya juga memuat aturan yang mengharuskan adanya pendidikan soal kearifan lokal di setiap daerah dengan ciri khas dan karakternya.

Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter itu ?

Pada prinsipnya, kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara konsep cukup memenuhi standar baku pendidikan di Indonesia. Tidak bisa dimungkiri, standar pendidikan nasional lahir melalui penggodokan dan diskusi panjang yang melibatkan para pakar dan tokoh pendidikan. Namun sayangnya, dalam implementasinya masih ada kekurangan. Yang paling krusial adalah kurangannya kesiapan tenaga pendidik menerapkan kurikulum yang telah ditetapkan.
Di tengah upaya pencapaian kualitas intelegensia anak-anak bangsa yang diperoleh di bangku sekolah, mungkin banyak yang lupa bahwa pendidikan karakter adalah hal mendasar yang harus ditanamkan.Harus diyakini bahwa untuk menjadikan anak-anak berbudi pekerti luhur, bukan hanya soal intelektual yang harus diperhatikan. Sisi emosional dan spiritual anak-anak didik, juga menjadi faktor penentu. Bagaimana anak belajar kejujuran, kedisiplinan dan menghargai perbedaan agama atau etnik tertentu, serta membiasakan diri hidup di tengah keberagaman juga menjadi hal penting yang harus diajarkan sejak dini.
Salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik dunia adalah Finlandia. Negara ini tidak mengenal akreditasi atau pemeringkatan. Alat kontrolnya ada di tangan masyarakat, yang menilai secara langsung apakah anak yang belajar di sekolah tersebut menjadi semakin baik, beretika, dan cerdas atau malah sebaliknya. Pemerintah hanya berfungsi sebagai konselor yang memantau setiap perkembangan anak didik di setiap sekolah. Setiap sekolah diberikan kebebasan mengembangkan kurikulum sendiri sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Apa yang dilakukan Finlan dia perlahan diterapkan pemerintah. Pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak didik mengacu pada kebijakan pemerintah daerah terkait budaya lokal. Bahasa daerah, keragaman suku bangsa, dan pengenalan permainan dan kesenian daerah masing-masing menjadi dasar pendidikan karakter. Mengapa demikian?
Budaya lokal diakui mampu membangun karakter anak didik melalui kekayaan yang dimiliki di setiap daerah. Bermain egrang atau gobak sodor menepis kebiasaan negatif anak didik yang keranjingan gadget yang cenderung memunculkan sifat individualistis. Demikian juga dengan pengenalan kesenian tradisional seperti gamelan dan tari-tarian, yang menstimulasi anak didik untuk mencintai kebudayaannya.Atau, dengan mengenal bahasa ibu (bahasa daerah) akan memunculkan karakter kecintaan kepada leluhur. Pengenalan terhadap budaya lokal tidak lantas melarang anak didik untuk meninggalkan kemoderenan yang ada saat ini. Kita tidak bisa melarang mereka untuk tidak lagi menggunakan gadget ataupun memakai akses teknologi informasi yang serbacepat. Namun, mereka harus diajari bahwa mengenal karakter bangsa sendiri merupakan hal penting.

Tidak ada komentar: