Perlukah auditor pendidikan berperan ?
Penerapan standar pendidikan
nasional tidak harus dilakukan dengan cara mengubahnya setiap ada pergantian
pemerintahan. Selain menimbulkan inkonsistensi, tujuan utama mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk karakter anak-anak melalui pendidikan di bangku
sekolah tidak akan tercapai. Harus diakui, di belakang penciptaan kurikulum
nasional ada sejumlah prefesional pendidikan yang mumpuni. Jadi apa pun
kurikulum yang diluncurkan positif untuk para anak didik.
Persoalannya, butuh waktu lama untuk
menyosialisasikan kurikulum baru. Butuh penyatuan napas edukasi dengan standar
yang ditetapkan untuk jangka waktu yang panjang. Untuk itu, diperlukan auditor
pendidikan yang akan memantau dan melihat sejauhmana penerapan kurikulum yang
ditetapkan pemerintah sesuai dengan yang diharapkan. Bagaimana sekolah-sekolah
mengembangkan kurikulum itu sesuai dengan kebijakan wilayah masing-masing,
untuk kemudian dikaji ulang dan dievaluasi secara terus menerus. Selain itu,
bagaimana siswa menjalani ujian nasional dengan nyaman dan tidak menganggapnya
sebagai momok.
Penerapan kurikulum nasional harus
konsisten, jangka panjang (long term), dan dikembangkan dari waktu ke
waktu. Bagaimana menciptakan standar pendidikan nasional dengan pattern
menanamkan karakter anak melalui budaya lokal merupakan pekerjaan rumah stake
holder pendidikan nasional. Kurikulum yang telah dibuat pemerintah akan
makin memiliki bobot jika di dalamnya juga memuat aturan yang mengharuskan
adanya pendidikan soal kearifan lokal di setiap daerah dengan ciri khas dan
karakternya.
Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter itu ?
Pada prinsipnya, kurikulum yang
ditetapkan pemerintah secara konsep cukup memenuhi standar baku pendidikan di
Indonesia. Tidak bisa dimungkiri, standar pendidikan nasional lahir melalui penggodokan
dan diskusi panjang yang melibatkan para pakar dan tokoh pendidikan. Namun
sayangnya, dalam implementasinya masih ada kekurangan. Yang paling krusial
adalah kurangannya kesiapan tenaga pendidik menerapkan kurikulum yang telah
ditetapkan.
Di tengah upaya pencapaian kualitas
intelegensia anak-anak bangsa yang diperoleh di bangku sekolah, mungkin banyak
yang lupa bahwa pendidikan karakter adalah hal mendasar yang harus
ditanamkan.Harus diyakini bahwa untuk menjadikan anak-anak berbudi pekerti
luhur, bukan hanya soal intelektual yang harus diperhatikan. Sisi emosional dan
spiritual anak-anak didik, juga menjadi faktor penentu. Bagaimana anak belajar
kejujuran, kedisiplinan dan menghargai perbedaan agama atau etnik tertentu,
serta membiasakan diri hidup di tengah keberagaman juga menjadi hal penting
yang harus diajarkan sejak dini.
Salah satu negara dengan mutu
pendidikan terbaik dunia adalah Finlandia. Negara ini tidak mengenal akreditasi
atau pemeringkatan. Alat kontrolnya ada di tangan masyarakat, yang menilai
secara langsung apakah anak yang belajar di sekolah tersebut menjadi semakin
baik, beretika, dan cerdas atau malah sebaliknya. Pemerintah hanya berfungsi
sebagai konselor yang memantau setiap perkembangan anak didik di setiap
sekolah. Setiap sekolah diberikan kebebasan mengembangkan kurikulum sendiri
sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Apa yang dilakukan Finlan dia
perlahan diterapkan pemerintah. Pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak
didik mengacu pada kebijakan pemerintah daerah terkait budaya lokal. Bahasa
daerah, keragaman suku bangsa, dan pengenalan permainan dan kesenian daerah
masing-masing menjadi dasar pendidikan karakter. Mengapa demikian?
Budaya lokal diakui mampu membangun karakter anak
didik melalui kekayaan yang dimiliki di setiap daerah. Bermain egrang atau
gobak sodor menepis kebiasaan negatif anak didik yang keranjingan gadget yang
cenderung memunculkan sifat individualistis. Demikian juga dengan pengenalan
kesenian tradisional seperti gamelan dan tari-tarian, yang menstimulasi anak
didik untuk mencintai kebudayaannya.Atau, dengan mengenal bahasa ibu (bahasa
daerah) akan memunculkan karakter kecintaan kepada leluhur. Pengenalan terhadap
budaya lokal tidak lantas melarang anak didik untuk meninggalkan kemoderenan yang
ada saat ini. Kita tidak bisa melarang mereka untuk tidak lagi menggunakan
gadget ataupun memakai akses teknologi informasi yang serbacepat. Namun, mereka
harus diajari bahwa mengenal karakter bangsa sendiri merupakan hal penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar